Senin, 25 Mei 2009

Refleksi Wajah Pendidikan Tanah Air di Hari Guru

Guru, sosok yang menurut padan kata orang Jawa adalah untuk ’digugu lan ditiru’ (dipatuhi dan dicontoh-red) merupakan satu sosok yang mungkin sering luput dari ingatan kita. Padahal sosok ini pula yang yang telah banyak memberi kontribusi pada kesuksesan kita saat ini.
Adalah Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan tanah air yang mencetuskan tentang 'pendidikan seumur hidup' di Indonesia. Beliau pernah menyebutkan bahwa seorang guru juga harus mampu menerapkan “Ing ngarso sung tuladha, ing madyo mangun karso, dan tutwuri handayani”. Di depan anak didik memberi contoh teladan, ditengah-tengah atau bersama anak didik membangun semangat dan harapan, dan menjadi pendorong dan pendamping anak didik untuk selalu terus maju meraih cita-cita. Itulah sosok guru yang diharapkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Guru, entah itu guru yang galak, jutek, sampai guru yang paling baik hati sekalipun, mereka semua telah berupaya untuk membagikan pengetahuannya semaksimal mungkin untuk kemajuan anak didiknya. Jika ditelaah, dari sekian banyak profesi yang ada, profesi yang paling banyak ’memberi’ adalah profesi seorang guru. Semakin banyak seorang guru memberi, merupakan perlambang semakin besar keinginannya melihat kemajuan anak didiknya.

Lalu, jika profesi ini sedemikian mulia artinya, bagaimanakah potret penghargaan yang telah mereka terima selama ini? Masih ingat lagu Iwan Fals berjudul Oemar Bakrie?
Tas hitam dari kulit buaya
Mari kita pergi, memberi pelajaran ilmu pasti
Itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu
Laju sepeda kumbang di jalan berlubang
S’lalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
....
Oemar Bakri… Oemar Bakri pegawai negeri
Oemar Bakri… Oemar Bakri 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati
Oemar Bakri… Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri… profesor dokter insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri
Bukan sedang ingin mengagumi lagu Iwan Fals, namun lagu ini hingga kini ternyata masih cocok dengan keadaan guru di tanah air saat ini. Walau pun sang guru telah menjadikan murid-muridnya menteri, profesor, dokter dan insinyur, namun ternyata kesejahteraan ’Oemar Bakri’ di tanah air belum juga dapat menyamai anak didiknya tersebut.
Lalu mengapa profesi pendidik di tanah air ini belum nampak menjanjikan? Coba kita lihat sejenak dunia pendidikan tanah air, terutama di pelosok negeri, pedesaan, serta di kepulauan tanah air yang terbentang oleh hutan, sungai bahkan laut. Jangan bayangkan guru-guru yang duduk manis di balik meja sekolah dengan segala fasilitasnya di perkotaan. Namun bayangkanlah para ’Oemar Bakri’ yang harus berdayung sampan, mengayuh sepeda atau bahkan erjalan kaki melintasi hutan atau pun bukit untuk mengajar anak didiknya. Di satu sisi pemerataan pendidikan sedang diusahakan, namun di sisi yang lain ada perjuangan pribadi dari para ’Oemar Bakri’ ini untuk mau dikirim ke daerah dan menjalani kehidupan seadanya, atau bahkan mungkin jauh dari yang diinginkan.
Memang mungkin kemuliaan profesi seorang guru tidak sepantasnya kita ukur dengan harta, namun alangkah baiknya jika kesejahteraan mereka pun lebih diperhatikan, agar kelak lagu Iwan Fals berjudul Oemar Bakri ini sudah tidak layak lagi dinyayikan untuk mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar